Part 2. Merantau dan Cita-cita
Meninggalkan Pulau Jawa di usia dua puluh tahun, menunjukan betapa kuatnya karakter seorang Dedi. Di usia semuda itu, sudah berani menyebrang lautan meninggalkan kenyamanan dalam keluarga untuk berjuang demi masa depan. Ini tidak lepas dari doktri-doktrin yang selalu ditanamkan ayahnya pada Dedi. Selain menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang banyak, doktrin yang lain adalah mengingat selalu bahwa kita adalah makhluk sosial yang tak mungkin hidup sendiri.
Dedi meyakini, untuk menjalankan hidup sebagai makhluk sosial, Dedi harus menemukan lingkungan yang benar-benar heterogen, dan itu bisa ditemui jika ia merantau ke luar Pulau Jawa. Kalimantan Timur menjadi pilihan, dan Dedi benar-benar menemukan lingkungan yang menyerupai miniatur Indonesia di Kota Bontang.
Hampir seluruh suku ia temui, dari Aceh hingga Papua, bahkan saat Timor Timur masih bergabung, Dedi juga sempat bergaul dengan pemuda asal propinsi termuda Indonesia itu.
36 tahun masa pengabadian, menempatkan Dedi sebagai eselon dua dan menjadi pejabat sementara manajer pemasaran sampai akhir masa baktinya.
Keinginan memiliki wawasan nusantara, benar-benar Dedi dapatkan saat bekerja di PT. Pupuk Kaltim, terutama saat berada di divisi pemasaran. Amanah tugas membuatnya harus melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dengan mobilitas yang sangat tinggi.
”Jika di Bontang saya menemukan miniatur Indonesia, maka perjalanan keliling Indonesia memberi saya kesempatan untuk menyaksikan langsung keunikan dari berbagai daerah. Nuansa Bhineka Tunggal Ika itu benar-benar saya rasakan," papar Dedi.
Oleh-oleh yang paling Dedi cari dari setiap daerah yang disinggahi adalah kain tenun. Hampir setiap daerah yang disinggahi, Dedi memiliki kain khasnya.
Prinsip lain yang diyakini Dedi dalam hidup adalah jika ingin menyelesaikan sebuah masalah, lakukanlah secara langsung. Datangi orang yang sedang bermasalah dengan kita, berkomunikasilah secara tatap muka, niscaya tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Karena sesungguhnya manusia sampai kapan pun tidak pernah berubah secara karakter. Untuk itulah di dalam Al Quran, Allah menempatkan kisah orang-orang terdahulu untuk diambil pelajarannya.
Sikap inilah yang Dedi terapkan selama menjadi perantau. Seluruh permasalahan yang pernah dihadapi, diselesaikannya dengan mendatangi sumber permasalahan. Tidak peduli dari mana pun asalnya, karena menurut Dedi pada dasarnya manusia sama ... sama-sama senang didekati.
Samarinda, 10 Maret 2021
Komentar
Posting Komentar